21 May 2014






Judul: Stalking Indonesia
Penulis: Margareta Astaman
 Penerbit: Buku Kompas
Tahun terbit: 2014
Tebal: 200 halaman
 ISBN: 978-979-709-792-9

Bagi seorang traveler, keindahan panorama wisata, keunikan dan keragaman budaya di suatu daerah menjadi daya tarik tersendiri untuk mengunjungi daerah tersebut. Tidak jarang, tujuan dirinya menjadi traveler adalah untuk menemukan hal baru dan mendapat pengalaman baru saat berada di suatu daerah. Namun bagi Margareta Astaman, penulis buku ini, traveling tidak sekadar menikmati keindahan tempat wisata. Dalam bukunya, banyak ditemukan hal-hal yang menjadi bahan kritikan atau komentarnya. Maka inti dari buku ini bukan sebagai panduan tips traveling, atau memaparkan dengan rinci tempat-tempat wisata di Indonesia. Komentar, kritikan, dan opininya terhadap apa yang ditemui saat traveling, menjadi inti dari buku ini. Hal yang menjadi bahan kritikan berkaitan dengan fasilitas, pelayanan, kondisi masyarakat di suatu daerah, transportasi, dan sebagainya. Dengan demikian, pembaca akan mendapat wawasan baru mengenai sisi lain dan persoalan dibalik kepariwisataan di Indonesia. Dibalik komentar dan opini penulis tersebut juga akan didapatkan nilai-nilai moral.

Saat penulis mengunjungi Lajukang, sebuah daerah di Sulawesi, terdapat keunikan yang ditemui. Saat memesan mie goreng, justru yang disajikan adalah mie berkuah. Mungkin orang yang membuatnya mengira mie yang dipesan adalah mie rebus. Namun kuahnya berwarna coklat. Maka,jadilah mie goreng rebus. Ternyata memang seperti itu orang Lajukang membuat mie goreng. Hal tersebut mungkin dikarenakan orang tersebut memang tidak tahu cara membuat mie goreng karena tidak bisa memahami petunjuk yang ada dikemasan mie. Mereka kurang memahami karena Bahasa Indonesia masih jarang digunakan disana (hal 27-28).

Ketulusan orang Lajukang membantu turis juga terlihat. Ketika seorang anak diminta tolong untuk mengambil kerang-kerangan, ia bersedia melakukannya tanpa perhitungan dan tanpa melihat resiko bahwa ia akan menyelam ke laut dalam yang dalamnya bisa mencapai 100 meter. Ketulusan memberi bukan ciri khas daerah yang sudah mengenal komersialisasi (hal 31).

Penulis juga takjub ketika di jaman seperti sekarang ini masih menemukan orang jujur. Disaat pedagang lain berlaku curang atau tidak jujur saat menimbang atau memberi tahu kondisi dagangan sea foodnya, pelayan restoran di daerah antara Magelang-Jogjakarta justru dengan polos mengatakan dengan sebenarnya bahwa udang dan kepitingnya sudah tidak bagus, tapi ikan kue dan guramenya masih bagus. Kejujuran itulah yang sangat dihargai oleh penulis (hal 64-68).

Kemudian saat penulis membahas daerah Kiluan di Lampung, yang terkenal dengan lumba-lumbanya, ia berpendapat mengenai dilema wisata Indonesia. Di satu sisi setiap warga bangsa ada hasrat untuk mengembangkan wisata nusantara. Diharapkan lebih banyak lagi orang yang dapat menikmati keindahan Kiluan. Warga sekitar pun diuntungkan dengan turis yang berdatangan. Ekonomi makin hidup. Namun, begitu banyak orang datang, alamnya segera rusak. Warga sekitar mungkin sudah mulai merasakan dampak lingkungan. Semakin terkenal suatu daerah wisata, akan semakin rusak (hal 78).

Masih banyak lagi destinasi wisata dan pengalaman traveling yang dibahas dalam buku ini. Walau lebih menekankan pada komentar sang penulis, pembaca juga tidak akan kehilangan wawasan mengenai lokasi wisata Indonesia yang beragam dari yang terkenal hingga yang jarang diketahui banyak orang.

Disetiap akhir bab, terdapat tips perjalanan menuju tempat wisata yang telah dibahas. Tips tersebut terdiri dari dua macam yaitu perjalanan penuh gengsi yang nyaman, mewah serta cenderung mahal dan perjalanan pangkal kaya yang menawarkan perjalanan hemat ala backpacker. Buku ini juga didukung dengan gambar-gambar ilustrasi yang bisa membuat pembaca tersenyum atau bahkan tertawa, sehingga membaca buku ini menjadi lebih menarik.

Pada akhirnya secara garis besar isi buku ini akan memberikan refleksi terhadap kepariwisataan Indonesia.

Tulisan ini dimuat di http://indoleader.com/index.php/resensi/2883-mengintip-sisi-lain-pariwisata-indonesia

0 komentar:

Post a Comment

Warung Blogger