6 February 2016



Judul: Dilan, Dia adalah Dilanku tahun 1990
Penulis: Pidi Baiq
Penerbit: Pastel Books
Tebal: 332 halaman
Tahun Terbit: 2014
ISBN : 978-602-7870-41-3

Sebenarnya sejak awal beredarnya buku ini di toko buku, saya sudah tahu buku ini. Waktu itu lagi muter-muter aja di gramed dan nggak sengaja lihat buku ini. Cover buku ini pun berhasil menarik perhatian saya. Setelah saya lihat-lihat, ternyata novel romance dan sepertinya menarik. Waktu itu belum langsung booming novel Dilan. Namun saya berpikir nantinya novel ini akan booming. Walau berpikir seperti itu, saya belum mau langsung membelinya karena masih banyak buku yang belum selesai saya baca.

Tidak lama setelah itu novel Dilan booming. Namun saya masih belum membelinya karena alasan yang sama seperti yang tadi saya bilang. Setahun setelah terbit, saya baru membeli novel ini (haha telat banget). Tapi gak papa lah ya dari pada nggak baca sama sekali. Saya nyesel juga telat baca novel Dilan. Soalnya ceritanya sungguh menarik. Lewat novel ini saya juga jadi baru tahu seorang penulis yang bernama Pidi Baiq. Saya kira penulis baru tapi ternyata sudah pemain lama (haha maaf saya kudet).

Sesuai dengan judulnya, tokoh utama novel ini adalah Dilan. Namun selain Dilan, ada juga tokoh yang nggak kalah penting yaitu Milea, cewek yang disukai Dilan. Cerita novel ini disajikan dengan sudut pandang dari Milea. Alur cerita novel ini menggunakan alur mundur dan terasa sangat interaktif. Jadi penulis buku ini mengkondisikan Milea yang sedang menulis curahan hatinya tentang kisahnya bersama Dilan. Pembaca akan dibawa ke masa lalu Milea ketika dia dekat dengan Dilan di tahun 1990. Kisah tersebut berlatar tempat di Bandung. Saya yang nggak terlalu tahu jalanan kota Bandung jadi cukup bingung jika Milea menyebutkan nama-nama jalan di Bandung. Tapi itu nggak terlalu masalah. Dalam penulisannya, terkadang Milea seakan mengajak ngomong kepada pembaca. Itulah bagian interaktifnya. Hasilnya, kita akan terasa lebih dekat dan merasakan apa yang dialami Milea.

Milea dan Dilan adalah murid di SMA yang sama. Milea merupakan perempuan yang anggun dan cantik sedangkan Dilan adalah cowok yang ikut geng motor dan suka berantem/tawuran. Sungguh dua pribadi yang berbanding terbalik. Awalnya mereka tidak saling kenal dan Dilan yang mulai mendekatkan diri ke Milea. Dia "gaya-gayaan" meramal Milea. Milea menanggapinya dengan dingin tapi dia mulai penasaran siapa cowok itu. Meramal Milea hanyalah satu dari seabrek kelakuan Dilan yang aneh-aneh tapi menarik. Setelah itu Dilan terus melancarkan usahanya untuk dekat ke Milea dengan berbagai cara yang unik dan tidak terduga. Milea pun akhirnya terkesan dan mulai tertarik dengan Dilan.

Sosok Dilan yang unik, aneh, kocak, gak jelas tapi koplak sukses membuat saya tertawa. Beberapa tingkahnya tidak terduga lucunya. Bisa dibilang sesuatu yang unforgetable dari buku ini tentu saja karakter dan tingkah Dilan tersebut. Saya pun merasa beberapa tingkah Dilan mirip dengan saya hehe (tapi bukan tingkah suka berantemnya loh ya, saya mah alim haha). Namun saya merasa beberapa humor lain yang ditunjukkan Dilan terasa garing dan tidak merangsang saya untuk tertawa.

Jujur saja saya iri dengan Dilan. Dia berani dan percaya diri sekali PDKT ke Milea. Saya iri juga karena dia bisa punya ide anti-mainstream untuk menarik perhatian milea. Yang lebih bikin iri lagi adalah dia anak brandal tapi bisa bikin Milea mau sama dia. Saya salut juga karena ketika Dilan sedang bersama Milea, dia tidak terlihat seperti anak brandalan. Saya pun sampai lupa kalau dia anak tukang berantem. Dilan mampu memperlakukan perempuan dengan semestinya bahkan dengan istimewa. Sesuatu yang luar biasa untuk seoarang anak brandal. Soalnya persepsi saya selama ini adalah anak brandal identik dengan suka mempermainkan/menyakiti wanita (ya mungkin persepsi saya salah) .

Cerita buku ini juga dibumbui dengan konflik antara Milea dengan Beni. Sebelum kenal Dilan, Milea sudah lebih dahulu pacaran dengan Beni. Namun Beni orang yang emosional. Masalah muncul ketika Milea mulai tertarik dengan Dilan. Dia harus memilih antara Beni atau Dilan. Proses memutuskan pilihan itu menjadi cerita menegangkan tersendiri karena Milea harus berurusan dengan Beni yang bisa meledak emosinya kapan saja.

Novel ini pada akhirnya memberi pelajaran tentang ketulusan mencintai seseorang. Kalau dari sosok Dilan sudah sangat terlihat bagaimana usaha, perjuangan, dan perlakuan terhadap Milea membuktikan ketulusannya. Nah yang perlu lebih ditelisik adalah dari sosok Milea. Milea bukan saja sekedar senang-senang saja menerima perlakuan dari Dilan. Jika diperhatikan lebih jauh Milea senang karena dia benar-benar menghargai usaha dan perjuangan Dilan. Misalnya ketika mendapat hadiah buku TTS dari Dilan dia justru merasa senang. Dia menghargai perjuangan Dilan yang mengisi seluruh TTS di buku itu. Tentu buku TTS itu nggak seberapa harganya. Kalau saja Milea menerima hadiah dilihat dari harganya, dia tentu tidak akan senang.

Saya pernah baca, pacaran yang bener-bener tulus tidak berfokus pada "diriku" tapi lebih kepada "dirimu". Dilan dan Milea berhasil menunjukkan "rumus pacaran" tersebut untuk kita teladani.

O iya, kisah Milea dan Dilan di buku ini belum selesai. Masih ada lanjutannya di novel Dilan bagian kedua.

5 komentar:

  1. Gue jg udah baca,, emang keren banget ni novel. Seharusnya novel ini mjd buku wajib anak2 SMA :)

    ReplyDelete
  2. iya bener jadi biar nggak asal pacaran aja ya hehe

    ReplyDelete
  3. aku uda penasaran sama buku ini sejak lama, tapi iya... aku belum niat beli. trus skrg jadi pngen segera baca. maaf ya, aku baca review ini setengah. hihii gamau baca alur terlalu banyak. tapi uda cukup bikin aku pngen segera baca

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya sama kayak saya. Dulu belum niat beli, baru sekarang2 ini niat beli dan bacanya.

      hehe iya ga papa. Itu justru jadi masukkan buat saya dalam menulis resensi. Maklum masih amatir hehe

      Delete
  4. yang pengen baca novel Dilan dan belum punya bukunya bisa kunjungi IG saya @nubuku_yaulpunya ya hehehe trims.

    ReplyDelete

Warung Blogger